Sepertiga harap atas kamu

Saya terbangun dari tidur, seketika saya dikepung rasa bingung, entah kenapa. Waktu menunjukkan pukul 3 lebih beberapa derajat.

Malam tadi terasa begitu hening, saya bergeming. Memikirkan lagi apa yang sedang berkecamuk di hati dan kepala. Tentang saya, tentang rasa.

Seorang teman mengatakan ini sepertiga malam. Lebih baik saya berkomunikasi pada Sang Pencipta yang penuh kuasa. Segera saya ambil air suci, sudah lama rasanya saya tidak bersujud sebelum pagi.

Lalu saya kembali merenung. Meminta petunjuk, padaNya yang sebenarnya selalu memberi tanda tanpa kita minta. Saya jadi sadar, selama ini dia sudah memberi ‘tanda’ pada kita, namun kita…..atau katakanlah saya, yang tidak mengolahnya dengan baik. Saya yang pura pura tidak melihat. Saya yang berakting mengacuhkan.

Diberi pertanda berputar balik, saya malah lurus. Karena dalam hati saya masih berpikir. Yang benar emang lurus. Namun ternyata yang ada, saya jadi tersesat, saya kembali dalam labirin kebingungan.

Saya selalu denial!

Tapi saya yakin, sampai di ujung jalan pun. Tuhan akan selalu memberi tanda kepada kita. Semoga saat pertanda itu datang, saya legowo menerimanya dan berputar arah dengan sukarela.

Saat ini, saya sedang berhenti dan mereka reka. Begitu banyak rambu di jalan. Bensin masih penuh. Saya memilah milah mana pertanda Tuhan, dan mana rambu pengalaman. Saya masih ingin mengalami, melewati setiap inci. Biar saya tersesat, saya yakin Tuhan akan mengembalikan saya, atau…seseorang akan menyelamatkan saya jika saya begitu sangat bebal atau buta rambu.

Hati hati, hatiku. Saat ini kau yang kubawa di bagasiku. Aku mengarahkanmu ke jalan yang tepat. Masa depanmu. Semoga kau tak rusak di bagasi begitu sampai di tujuan. Tapi aku yakin takkan begitu.

Hati…. kita akan melihat rambu BERHENTI DISINI. Nanti. Tujuan tertepat di muka bumi.

Tuhan, jika saya masih denial. Tolong beri saya tanda seru.

Jakarta, 12 April 2011