Kepada Kamu..

Kepada kamu..

Baik, ini mungkin memalukan, setidaknya bagi diriku sendiri. Aku akan menceritakan seperti apa kondisi hati dan kepalaku tentang rasa yang sekian lama mati suri.

Aku serasa menghirup kabut merah muda kala membaca ajakanmu. Ajakan kencan kita untuk pertama kalinya. Caramu berbeda. Aku suka. Tak berbelit, tak rumit, pas, tak meminta, dan tak memaksa. Kau mendadak menawarkannya dan aku sungguh tak kuasa menolaknya.

Oh, tunggu jantungku berdebar seperti menonton adu penalti menuliskan ini….

Kepada kamu…

Ya, kencan itu sempat tertunda, karena waktu tidak sedang berpihak pada kita. Dan kau tahu setelahnya? Aku dicekik jutaan tanda tanya bercampur dengan rasa sesak yang menghentak hentak. Menanti kapan waktu gantinya terpilin dalam suatu angka di kalender. Kunanti pesanmu dengan cara menghitung detik yang berlalu. Setiap jentikannya serasa mencambukku, menyuruhku maju mendekatimu. Dan yaa memang ini penyakitku, aku tak berani menanyakannya lebih dulu. Namun ~kau serasa membaca pikiranku. Kau mengajukan hari dan dengan segera aku bilang setuju. Lalu hatiku serasa tanah tergembur di dunia dan bunga bermekaran dimana mana disana.

Ya, tiba pada harinya. Sehari sebelumnya aku sudah mempersiapkan apa yang akan kupakai di hadapanmu. Ku bongkar-bongkar lemari mencari padanan tepat. Tidak berlebihan. Aku ingin merasa pas di depanmu. 

Di kantor aku serasa ingin menyihir jam dinding. Andai ada baterai yang bisa membuatnya bergerak lebih cepat dan membuat matahari segera tenggelam. Ingin segera bertemu kamu.  Aku senyam senyum seharian. Melatih mimik muka agar tak terlihat gugup. Melatih denyut jantung agar tak berhenti berdegup. Nanti.

Tiba jam pulang kantor

<baca kelanjutan cerita ini di #SadgenicBook>