Suara Hati Lebah pada Sapardi

Aku berbisik pada dedaunan di sepetak jalan ini.
Di tengah rerimbunan hijau yang bernyawa menari karena angin mengitari.
tak mudah untuk mengenal nya tapi mungkin aku akan lupa bagaimana menemukannya lagi nanti.
Ah tak mengapa. Itu bukan masalah besar bagiku. Ini wilayahku. Ini tamanku hingga nanti aku mati.

Aku berkata “hai daun, kapan kuncup sebelahmu ini merekah? Karena tak sabar inginku segera membuahi”

Lalu Aku melayang dan berhenti sesekali pada batang pohon yang sepi menyendiri. Dan aku pun bertanya lagi “hei, apa yang kau amati? Sungguh iba sekali aku padamu, kau tak bisa bergerak walau se-centi. Dan aku tahu pasti, kau ingin sekali meneduhi pria yang bermandikan cahaya di tengah colloseum itu bukan?, tenang akan kusampaikan salam mu nanti”

Lalu aku menggiring tubuh ini melewati barisan dara berbaju bunga bunga. Kulihat tatapan pesona dari sorot pancar mata pada pria bertopi yang berdiri disana.

Sejenak aku mengunjungi anggrek putih yg gontai menunduk dalam alunan melodi, kuhisap dulu sarinya agar aku gagah dihadapannya nanti.

Kini aku siap berbisik pada tubuh pria berkeriput dan ratusan kali lebih berisi daripada raga ini.

Kudekati,
Kukitari,

Ah, tapi dia menghindar. Jemarinya terangkat seakan mengucap pergi. Entah apa dia takut akan sengat ini.
Atau dia takut aku akan mati.

Lebih baik aku pergi.. Aku tak ingin mengganggunya lagi, biarlah aku membisikan kata kata itu pada seisi kebun raya ini. Tanpa ia pernah sadari.

Kebun Raya Bogor/ Bersajak dengan Sapardi
Rahne Putri