MALEKI & GRAVITA #4

http://zarryhendrik.tumblr.com/post/963682128/maleki-gravita-3

—————*****—————

Entah sudah berapa lama rasanya. Aku sudah tak sanggup lagi menghitung hari, mengurutnya dan mengumpulkan seberapa banyak waktu aku kehilangan Maleki. Ketiadaannya yang mendadak membuat aku seperti mati suri. Aku hidup tapi tak bernadi, aku seperti meminum cangkir tanpa teh setiap hari. Kosong.

Otakku seperti tong setan, deru ratusan pertanyaan memekakkan dan juga berputar putar di segala membran. Meninggalkan asap kepanikan yang menjurus ke paru-paru dan membuatku sesak. Yang ada hanyalah kewajiban oksigen memenuhi paru-paruku untuk tetap bernafas, itu saja. Maleki lah OKSIGENKUUU! MALEKI ITU DENYUT CINTAKUU. Huff. aku kesal tapi entah kutumpahkan pada siapa. Biarlah kumaki-maki diriku sendiri.

Maleki Maleki Maleki. Berada di dekatmu adalah posisi termanis di hidupku. Lalu kini aku bergetir sendiri. Aku harus mencarimu kemana? Langkah gontaiku menyisiri pantai itu yang kesekian kali. Kulekati kembali cairan berwarna biru yang terbentang di hadapanku.

NEPTUNUUS! POSEIDOON! APA KALIAN MENYEMBUNYIKAN MALEKIKUUUUU?!” teriakku lantang.

Tak ada jawaban selain gelombang ombak besar yang pecah pada gigi karang. Membuat bunyi debur yang sangat keras. Seakan menyentakku bahwa mereka tak ada urusan dengan kehilanganku. Malekiku.

Aku kembali menginjak pasir pasir putih, duduk, termenung, berpikir, kemudian berjalan lagi. Aku bersedia menghitung jumlah butiran pasir itu jika itu membuat Maleki kembali padaku. Banyak? Lama? Biarpun memakan waktu seabad aku rela waktuku kuhabisakan untuk tindakan bodoh ini. BIAR!

Ah aku kacau, aku seperti pasien gila yang paling gila yang kabur dari rumah sakit jiwa. Aku tak terarah, selama ini arah hidupku hanya kepada Maleki. Lalu dia menghilang aku seperti kompas tanpa gravitasi.

Maleki aku rindu, aku hanya bisa melihatmu dalam ingatanku. Aku ingin memelukmu Maleki. Aku tak ingin senyummu tersapu detik dan dekapmu terbekukan waktu. Maleki, ribuan sarafku ingin di dekatmu Malekiiii!”

Maleki, masih ada ribuan bintang yang belum kita culik dan namai, masih banyak cat dari pelangi yang belum kita gunakan untuk saling mewarnai. Maleki jangan bunuh aku dengan cara seperti ini, tanpa kabar, tanpa pesan, kau menghilang”

Maleki, kaulah yang pertama mengetuk pintu hatiku, aku membukanya. Kau sudah di dalamnya, jangan pergi tanpa pamit begini!! Maleki”

Aku berseru sendiri. Hanya kicauan burung camar dan debur ombak yang menanggapi. Namun, semoga angin membawa perkataanku dan menyampaikan pada rongga dengar Maleki.

Aku mencoba menelusuri hutan yang berada di dekat pantai. Hutan Lognan namanya. Di hutan ini aku dan Maleki pernah menggoreskan nama kita pada batang pohon.  Aku merasa sedikit aneh, hutan itu tidak seperti biasanya. sedikit bercahaya dan suhu sedikit meningkat. Rasa penasaranku memaksa mencicipi lebih dalam lagi hutan itu.

Degup jantungku berpacu, tetiba suasana sangat sunyi. Yang kudengar hanya nafas dan denyutku sendiri. Udara semakin panas. Aku berkeringat. Panas ini membakarku, aku dehidrasi. Aku merasa langkahku sangat berat, tergontaiku berusaha meneduhkan diri pada salah satu pohon besar di hutan itu. Aku terduduk. Aku sangat lelah, dan ada yang menikamku rasanya. Sepertinya itu rasa rindu dan was wasku, mereka berubah menjadi belati tumpul, terasah oleh waktu dan menikam pelan pelan, diam diam setelah tajam. Aku kesakitan.

Maleki, aku ingin mengumpulkan semua malam menjadi satu. Biarlah  itu menjadi gelap yang paling kelam. Hingga tiba hadirmu, aku menyambutmu seperti kokok ayam menyambut fajar. Karena kau kembali menghangatkanku. Oh Maleki matahari keduaku. Aku rindu hangatmu

PRAAAK…
bunyi ranting terinjak. Aku mencoba mencari sumber bunyi itu

hmm…..jadi dia mataharimu?”

Aku mendapati sosok seorang pria tegap dengan rambut berwarna kuning, kuamati rambutnya mirip api. Seperti ada ratusan lilin di kepalanya.

kamu siapa?” tanyaku

Aku menjelajahi sosok di depanku ini dalam pandangku. Dia sangat tampan, ya memang lebih menarik Maleki tapi sorot matanya itu hangat. Matanya berwarna coklat kemerahan. Dia memakai rompi besi yang berjubah merah. Melihatnya aku seperti kembali ke masa lalu dan melihat Julius Caesar.

aku Bares, anak matahari. Kau Gravita kan?”, lanjutnya

I..iya, bagaimana kau tahu?” ujarku

Anak matahari? Aku menggerakkan tumit kaki kananku untuk kuinjakkan ke kaki kiri. Sakit, ini bukan mimpi.

Gravita, aku tak punya banyak waktu, kau mencari Maleki kan? Aku bisa membawamu kesana

Siapa namamu tadi? Dores? Dengar Dores entah mahluk apapun kamu. TOLONG KATAKAN DIMANA DIAAAAAA, AU SEMBUNYIKAN DIMANA MALEKIKU!!” kunaikkan nada suaraku

BARES, namaku BARES! Ingat itu. Dengar Gravita, kini nasib bintang dan matahari ada di tangan kamu dan Maleki. Ini tentang semesta, apa kau mau dunia ini selamanya menjadi siang tanpa malam?!

Tanpa malam?”, aku bertanya keheranan

Dengar, menjelaskannya akan memakan banyak waktu, hari cahaya hitam akan segera datang, kini ikutlah denganku. Aku tidak sedang bersama MATAHARIMU si Maleki, tapi jika kau ikut bersamaku, kau bisa bertemu dengannya

Aku bingung, keberadaan mahluk ini sudah membuat nalarku curiga pada mataku. belum lagi angkasa, hari cahaya gelap, dan dunia menjadi selamanya siang?. Ah tapi dia bisa membawaku pada Maleki, tapi bagaimana jika dia bohong?.

Aku tahu kau pasti curiga denganku, maka lihatlah ini

Bares membuka kepalan tangannya, dan muncul api di atas telapaknya.

Lihat baik-baik, ada siapa disana

Aku menajamkan pandanganku, samar aku melihat Maleki. Dia bersama 2 gadis kembar.

HAH!!!!! Siapa mereka? siapa gadis kembar itu? apa mereka menculiknya?” tanyaku panik

Sudah kubilang aku tak punya banyak waktu menjelaskan, kini apa kau mau ikut denganku? atau aku terpaksa menculikmu

Aku tak punya pilihan lain dan aku ingin bertemu Maleki. Sia-sia aku di bumi jika hanya bertanya tanya dan was-was seumur hidupku. Lebih baik aku ikut mahluk aneh nan rupawan di hadapanku ini

Baik. Bawa aku Dores

BARES! bukan Dores!” hardiknya. “Baik kini dekap aku aku akan membawamu dengan kecepatan cahaya jadi kau harus berlindung padaku

Mendekapnya? ah semoga Maleki tidak marah jika mengetahui hal ini. Sebentar lagi aku akan bertemu dia. Aku mendekati Bares, tubuhnya bercahaya, aku takut mati terbakar tapi tubuhnya ternyata tidak sepanas yang kubayangkan. Lalu dia memelukku dan menutupiku dengan jubah merahnya. 

Seketika aku melihat percikan-percikan cahaya di sekeliling kami. Seperti ada jutaan kembang api. Dan tiba-tiba semua memutih.  

Maleki, tunggu aku.

_______*****_______

Bersambung