
Sebelum masuk, harus mengikuti proses penyambutan ya, jadi diikuti saja dulu prosesinya, nanti kemudian sah menjadi tamu di Dusun Kemuning Gunung Kidul ini,” demikian ujar pamong tamu sesaat setelah kami turun dari mobil setelah menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam dari bandara Yogyakarta.
Kami lantas berjalan kaki memasuki area Kemuning di Gunung Kidul, dari kejauhan nampak barisan dari perwakilan dusun yang menyambut kami dengan senyum.

“Selamat datang, mba. Yang perempuan sama perempuan ya.” Saya kemudian menghampiri salah satu sosok perempuan dan memulai proses penyambutan.

“Setiap tamu yang datang ke sini, bagi kami seperti bayi. Jadi kami bedong dengan kain dengan harapan hidupnya lurus. Kami pasangkan penolak bala untuk menjaga supaya tamu-tamu terhindar dari bencana dan marabahaya.”
Terpasanglah kain, peniti yang disematkan di pakaian sebagai penolak bala tradisi setempat.

Kami kemudian diarahkan untuk beristirahat sejenak di Pendopo Astra yang terletak tepat di sebelah Telaga Kemuning. Lalu dihidangkanlah jamuan selamat datang: Gaplek Geprek & Wedang Secang yang diracik oleh ibu-ibu dan rupanya dikembangkan menjadi salah satu hasil UMKM.
“Ini banyak filosofinya, mba. Gaplek Geprek ini melambangkan kehidupan manusia. Bahannya dari singkong yang ditanam di tanah, sama kaya manusia kan dari tanah. Lalu dicabut, dikupas, dan dijadikan gaplek dengan cara dijemur, lalu dikukus… proses ini seperti ujian-ujian yang dihadapi manusia. Tak lupa ada gula jawa, sebagai pertanda bahwa kehidupan manusia akan berakhir dengan manis,” ujar Pak Suhardi, Kepala Dusun Kemuning.
Sembari minum Wedang Secang, saya melihat sekeliling area, terhampar Telaga Kemuning seluas 3 hektar yang dikelilingi oleh Hutan Lindung Wanagama. Sebenernya saya masih agak disorientasi tempat. Saya engga percaya kalo ini di daerah Gunung Kidul, karena saya pikir bakalan tandus, gersang, kering. Tapi ini engga loh, lingkungannya rapi, teduh, dan apik. Mungkin juga karena dusun ini mengalami banyak kemajuan dan peningkatan kualitas hidup semenjak menjadi salah satu bagian dari 77 Kampung Berseri Astra (KBA) sejak tahun 2016. Pendopo ini salah satu bentuk wujud dari komitmen programnya, secara berkala mengembangkan kampung dengan menitikberatkan pada empat pilar, yaitu Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, dan Kewirausahaan. Di pendopo inilah, biasanya dilakukan rapat desa atau pelatihan UMKM.

Setelah cukup beristirahat, kami diajak Kepala Dukuh (sebutan lain Kepala Dusun) untuk berkeliling, dan lokasi pertama adalah mengunjungi Posyandu. Ternyata warga sedang berkumpul untuk kegiatan rutin bulanan pengecekan kesehatan untuk warga.


Posyandu penuh dengan lansia dan balita. Dusun Kemuning ini terdiri dari sekitar 132 KK dan kebanyakan lansia, karena warga yang berusia produktif banyak yang pergi merantau untuk bekerja.

Saya pernah punya cita-cita buat punya panti jompo, kemarin saya melihat banyak lansia yang berkumpul memeriksakan kesehatannya, kok saya terharu ya, jadi inget alm eyang saya :’)
Mereka aktif berkumpul setiap bulannya, ngobrol, dan mengecek kesehatan seperti tekanan darah & berat badan. Saya sempat ngobrol dengan Ibu Lanjar, usianya sudah 60an, beliau mempunyai 2 (dua) anak dan merantau. Beliau sudah tinggal di sini dari lahir, dan dia senang sekali kalau dusunnya jadi lebih maju, lebih ramai semenjak ada Kampung Berseri Astra, karena dia merasa tidak sendiri dan bersemangat menjalani hari.
“Sering ada kegiatan senam di sini, cuma saya udah tua udah ga kuat kalo ikutan, tapi yo seneng. Jadi ikut meramaikan dengan menonton… hiburan-lah, jadi guyub,” ujarnya.


Posyandu ini juga merupakan salah satu pengembangan untuk warga di bidang kesehatan yang dilakukan program Kampung Berseri Astra. Semenjak rutin sosialisasi, kesadaran masyarakat akan kesehatan, mulai dari anak-anak hingga lansia, jadi lebih tinggi. Demikian juga jika ada yang sakit dan butuh penanganan lebih lanjut, akan diarahkan ke Puskesmas dan tenaga bantuan medis.



Kemudian, kami dijamu makan siang khas Dusun Kemuning, yakni Kembul Bujono: makan bersama sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan YME dan simbol kebersamaan dan mempererat tali silaturahmi. Rasanya?? Enaaaaaaaaak sekaliiii.
Selanjutnya, kami beranjak menuju rumah sesepuh Desa, Mbah Semanto.


Beliau menceritakan bagaimana leluhurnya dari 6 generasi sebelumnya menemukan tempat ini pada zaman penjajahan Belanda dengan bertapa di sebuah pohon yang super besar di tengah hutan lebat, dan saat bertapa beliau mencium bau wangi dan mendapat ilham dari pencipta supaya menamakan pohon itu Kemuning hingga akhirnya membentuk wilayah yang menjadi Dusun Kemuning dan ditempati hingga kini.
Di rumah beliau juga kami dihibur oleh para anak-anak dusun yang menyuguhkan tarian tradisional untuk kami. Terharuuu….kami disambut sekali :’D

Hari semakin terik, kami melangkahkan kaki menyisir Dusun Kemuning menuju tempat UMKM. Dalam perjalanan, saya memperhatikan rumah-rumah di sini, halamannya luas, jarak antar rumah tidak terlalu rapat, tapi antarpenduduk nampak hangat dan rukun. Ahhh beda sekali memang dengan di ibukota, di mana antar-rumah sangat rapat, tapi bisa jadi sama tetangga aja tangan jarang menjabat.
Mata lalu melayang ke sebuah pohon mangga yang nampaknya sedang panen, saya bergumam, “Wahh…. Mangganya kayanya enak ya ini mateng pohon,” tak lama disambut oleh Pak Suhardi. “Mba mau? Ada mangga di tempat UMKM, nanti kita ngerujak aja.”
Tibalah kami di tempat UMKM, tempatnya sederhana, seperti garasi antar-rumah. Di sana, ibu-ibu Dusun Kemuning memperkenalkan cemilan khas daerah “Ini mbaaak, ada Wedang Secang yang tadi mba minum di awal pas dateng, trus ini ada Walung Ketek (tulang monyet) tapi ini bukan dari monyet kok mba, dari singkong.” Wahh pas banget, saya cocok banget ama rasa Wedang Secangnya, jadi pengen borong buat oleh-oleh keluarga. “Mba mau liat proses pembuatannya? Boleh kok kalo mau liat.”
Saya lantas memasuki area dapur. Dan di sana, para ibu sedang membuat Lempeng Singkong. Pelatihan memasak ini difasilitasi oleh Astra sebagai bagian dari komitmen dalam Kampung Berseri Astra.
“Mba, jadi ya ngerujak. Ini kebetulan ada nanas dari kebun dan juga ada melon.” Ya ampun random banget tiba-tiba ngerujak. Tapi ya karena kegiatan spontan inilah, kami jadi ngobrol banyak.
Bawaan perempuan dengan rujak kali ya, jadi ngobrooool mulu dan kita jadi diceritain kalo banyak juga dari warga Kemuning ini yang pernah kerja di Tangerang … tapi mereka kembali karena ingin membangun kampungnya.
Perhentian terakhir kami adalah Bank Sampah yang letaknya persis di sebelah rumah Bapak Kepala Dukuh. Ibu-ibu PKK bersama para warga saling membantu mengumpulkan sampah dan kemudian dipilah-pilah sesuai jenisnya. Kemudian mereka jual dan hasilnya dipakai untuk membantu para balita di Dusun Kemuning. “Lumayan mba, sebulan dari sampah ini kita bisa dapat sekitar 180 ribu, itu dipake nanti buat anak anak untuk pemenuhan gizinya.”
Jujur, saya salut sekali dengan semangat dan optimisme warga Dusun Kemuning ini. Saya merasakan sekali betapa niat dan ketulusan untuk bersama-sama memajukan wilayahnya terpancar dari mereka. Mereka menyambut, bangga akan program Kampung Berseri Astra ini, dan terus mengembangkan diri namun tidak lupa dengan akar budaya, sejarah, dan juga menghargai lingkungan.
Saya iri dengan semangat itu, sangat amat menginspirasi, ingin rasanya saya tularkan semangat itu ke tempat tinggal sekarang. Semangat saling peduli, tolong menolong, dan saling memajukan. Duh, ngebayanginnya aja seneng… lingkungan yang positif pasti bikin kualitas manusia yang lebih baik!
Jadi penasaran sama Kampung Berseri Astra yang lain, apakah juga seantusias dan sehangat warga di Dusun Kemuning ini? Semoga diberi kesempatan untuk bisa mendapatkan inspirasi dari mereka di waktu mendatang.
Buat teman-teman yang tertarik mengunjungi atau membeli cemilan UMKM mereka, bisa lhooo…. Mereka juga udah punya akun Instagramnya: @oase_ner.
Terima kasih atas kehangatannya Dusun Kemuning! Semoga makin mandiri dan terus maju!