Nafas sepi kembali terhembus dari sela sela batang pohon
Tak ada lagi bunyi riuh musik..
yang menggema
yang bersembunyi
dan lalu mengagetkan siapapun yang melintas saat berjalan kaki
Tak ada lagi badut sirkus berkeliaran
Riasan mata menangis dan bibir sumringah
Yang siap memeluk dan melempar tawa.
Tak ada lagi komedi putar
Dengan patung kuda yang berjalan melingkar
Aku ingat saat menaikinya..
Naik … Turun…. Naik …. Turun…..
Berputar putar putar dan berotasi
Mengingatkan isi pikiranku yang terpusat pada sosokmu
Jelas, aku suka berada di situ
Tak ada lagi atraksi yang mendegupkan jantung
Pria pelempar pisau
Pelatih singa
Aku heran bagaimana bisa dia dengan tunduknya mau melompati lingkaran api
Sepasang manusia yang melayang layang di udara dengan seutas tali
Dan tak pernah takut jatuh menghantam bumi
Semua pernah merampas nafasku sepersekian detik
Tak ada lagi penari dengan baju peri.
Lenggok genitnya yang mencuri perhatian
Senyum manis yang menaburi mimpi dengan indahnya
Sungguh aku ingin seperti dia.
Menari, berlari, mengelilingi hatimu berhari hari sampai letih dan mati
Tak ada lagi gemuruh tepuk tangan dan teriakan.
Serta balon berwarna warni yang berterbangan
Tak ada lagi malam malam aku menutup mata sebelum tidur dengan penuh kesima
Dan semangat untuk mengunjungi sirkus keesokan hari
Membawakan apel untuk gajah yang sibuk menyemprot air kesana kemari
Disana adalah tempat, di mana kejutan tak pernah sama setiap hari
Kini… keramaian mana lagi yang harus kucari?
Di perbatasan kota aku mengamati kereta sirkus yang pergi dan entah kapan kembali
Aku kembali ke rumah dan berkaca
Ada sesuatu yang luntur dari mata dan kuamati
Sebuah peta
Rupanya inilah kota yang kuhuni
Terletak tepat di jantung hati…
Jakarta, 10 Januari 2013
*interpretasi foto sirkus di deviantart, dengarkan bersama musik ini